Baru Sekarang! Banjir Bali Terparah Sepanjang Dekade, Denpasar Paling Terdampak!

Banjir Bali
Banjir Bali

whatnaomididnext.com – Banjir Bali yang terjadi pada awal September 2025 menjadi bencana terparah dalam sepuluh tahun terakhir. Hingga Jumat (12/09), korban meninggal dunia bertambah menjadi 16 orang, dengan satu orang masih dinyatakan hilang, menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kota Denpasar menjadi wilayah paling terdampak dengan 10 korban meninggal, diikuti Jembrana dua orang, Gianyar tiga orang, dan Badung satu orang.

Read More : Menteri PU Turun Tangan, Jalanan Bali Mulai Bebas Genangan!

Dampak Banjir Bali di Berbagai Wilayah

Di Denpasar, banjir menenggelamkan 43 titik, termasuk Pasar Kumbasari dan Jalan Pura Demak, yang menyebabkan beberapa bangunan roboh. Tim SAR gabungan terus mengevakuasi warga, termasuk wisatawan mancanegara yang terjebak banjir di Kuta, Badung. Warga seperti Tasha dari Padangsambian mengaku terkejut melihat banjir yang begitu parah, karena sebelumnya kawasan ini dikenal aman dari banjir.

Di Jembrana, arus lalu lintas lumpuh total akibat banjir yang merendam Jalan Denpasar-Gilimanuk. Dua korban meninggal di daerah ini, salah satunya akibat terseret arus air. Sementara di Gianyar dan Karangasem, hujan deras memicu banjir, pohon tumbang, dan tanah longsor di beberapa kecamatan.

Penyebab Banjir Bali

Menurut Kepala BPBD Bali, Gede Agung Teja Bhusana Yadnya, banjir Bali dipicu oleh beberapa faktor, seperti curah hujan tinggi yang berlangsung terus-menerus, meluapnya saluran air dan sungai karena volume air melebihi kapasitas, akumulasi sampah, serta dampak pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan aliran sungai. Gubernur Wayan Koster menegaskan bahwa sampah bukan satu-satunya penyebab, melainkan kombinasi dengan hujan ekstrem dan pembangunan masif.

Baca juga: Wawali Arya Wibawa Buka Turnamen Lintas Agama, Promosi Harmoni Sosial Di Denpasar

Kerugian Akibat Bencana Ini

Kerugian material akibat banjir Bali diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah, termasuk rumah, kendaraan, dan bangunan usaha. Ekonom Universitas Udayana, Amrita Nugraheni, menekankan perlunya pemerintah tidak hanya menangani banjir saat terjadi, tetapi juga mencegahnya melalui pengelolaan sungai, reboisasi, dan pengawasan alih fungsi lahan. “Kalau infrastruktur drainase dan pemukiman diperhatikan sejak awal, dampak banjir bisa diminimalkan,” ujarnya.

Banjir Bali kali ini menjadi peringatan penting bagi kita semua bahwa mitigasi bencana harus terus diperkuat, termasuk kolaborasi antara pemerintah dan warga untuk menjaga sungai dan saluran air tetap lancar. Penanganan yang cepat tentu penting, tapi pencegahan adalah kunci agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.